Bubur India, Tradisi Berbuka Puasa di Masjid Pekojan Semarang
A
A
A
SEMARANG - Sudah menjadi tradisi di bulan Ramadhan, Takmir Masjid Pekojan Semarang membagikan takjil atau makanan berbuka berupa bubur India secara gratis kepada ratusan jamaah yang setiap harinya hadir di masjid yang berlokasi di Kampung Petolongan, Purwodinatan ini.
Selain bubur India, mereka juga disuguhi secangkir teh atau susu hangat dan buah kurma. Bagaimana kisah tradisi Bubur India Pekojan yang tetap eksis hingga ratusan tahun ini?
Anas Salim, pria paruh baya tampak sibuk meracik ragam rempah-rempah sebagai bumbu utama bubur India di atas tungku berukuran besar. Meski telah menginjak usia76 tahun, Anas tampak bersmangat mengolah masakan hingga menyajikan bubur India untuk berbuka puasa di Masjid Jami Pekojan, Kampung Petolongan, Semarang.
“Ini resep masakan turun-temurun sejak dari kakek saya yang asalnya dari Negara Bagian Gujarat, India,” ungkap Anas, Jumat (18/5/2018).
Bubur India sendiri berbahan baku beras yang diolah dengan ramuan bumbu dapur dan rempah rempah seperti jahe, kayu manis, serai dan santan. Setelah dituangkan ke dalam kuali, beras dan ramuan tersebut selanjutnya diaduk hingga masak.
Anas merupakan pewaris pembuat bubur India ketiga setelah mendapat resep dari sang kakek yang bernama Harus Rofii dan Salim Harun yang tak lain ayahnya sendiri. Keluarga besar Anas secara konsisten selalu menggunakan bumbu kaya rempah sebagai penguat rasa bubur India.
Dia mengaku kakeknya merupakan seorang mubalig yang kerap mensyiarkan agama Islam dari perbatasan India-Pakistan. Kemudian lambat-laun memilih berdagang dengan komunitas orang Koja dan masuk Indonesia sejak 1800 silam atau sekitar 200 tahun lalu.
Hingga perjalanan komunitas Koja pun berlanjut ke tepi Pantai Semarang dan tiba di salah satu sudut kawasan Mataram yang kini dikenal dengan Kampung Petolongan.
“Dari sinilah, awal mula orang-orang Koja berdagang sarung, tasbih sampai ragam rempah-rempah yang dibawa langsung dari tanah kelahirannya. Kemudian karena punya resep bubur India yang sangat khas itu, maka dikenalkan kepada penduduk pribumi lokal,” bebernya.
Anas menyebutkan, jumlah orang Koja yang tinggal di kampung ini sudah mencapai ratusan orang, dari semula yang hanya ada 10-15 orang. Rumah-rumah mereka tampak bercorak khas campuran Pakistan-Melayu dengan dinding berwarna hijau muda.
“Setiap Ramadan saat ini, kami menyediakan 200 sampai 300 porsi bubur India. Sebagai variasinya juga ada campuran kuah gulai, sambel goreng, ungkep dan terik,” ungkap Anas.
Untuk proses pembuatan bubur India, dibutuhkan waktu tiga jam. Yang dimulai sejak bakda Dhuhur sampai selepas salat Ashar, Untuk mengolah bubur, dia dibantu tiga warga keturunan Koja lainnya.
Dan, tepat pukul 15.30 WIB sajian khas warga Koja ini pun siap dihidangkan dalam mangkuk-mangkuk kecil bersama segelas susu atau teh ditambah beberapa bungkus kurma. “Dulunya ada tambahan zam-zam. Namun pasokannya terhendi karena distop oleh Pemerintah Arab Saudi, maka diganti dengan susu,” ujar Anas.
Menurutnya, sajian bubur India kala buka puasa punya arti mendalam bagi warga sekitar. Sesuai hadist Rasulullah SAW, barang siapa yang memberikan makanan buka puasa maka ganjarannya di akherat bertambah banyak.
“Dan barang siapa yang senang dengan datangnya Ramadan maka diharamkan jasadnya di neraka. Makanya, di sini selalu dibagikan bubur gratis selama 30 hari Ramadan,” sebutnya.
Tradisi bubur India yang disajikan gratis saat berbuka puasa seakan sudah melekat di hati masyarakat. Mereka mengaku menikmati sajian bubur India dengan rasa khasnya.
“Saya suka bubur India. Setiap Ramadan saya sempatkan diri untuk berbuka di masjid ini, untuk menikmati bubur India, “ ungkap Maulana, warga asal Bukitsari Semarang ini.
Selain bubur India, mereka juga disuguhi secangkir teh atau susu hangat dan buah kurma. Bagaimana kisah tradisi Bubur India Pekojan yang tetap eksis hingga ratusan tahun ini?
Anas Salim, pria paruh baya tampak sibuk meracik ragam rempah-rempah sebagai bumbu utama bubur India di atas tungku berukuran besar. Meski telah menginjak usia76 tahun, Anas tampak bersmangat mengolah masakan hingga menyajikan bubur India untuk berbuka puasa di Masjid Jami Pekojan, Kampung Petolongan, Semarang.
“Ini resep masakan turun-temurun sejak dari kakek saya yang asalnya dari Negara Bagian Gujarat, India,” ungkap Anas, Jumat (18/5/2018).
Bubur India sendiri berbahan baku beras yang diolah dengan ramuan bumbu dapur dan rempah rempah seperti jahe, kayu manis, serai dan santan. Setelah dituangkan ke dalam kuali, beras dan ramuan tersebut selanjutnya diaduk hingga masak.
Anas merupakan pewaris pembuat bubur India ketiga setelah mendapat resep dari sang kakek yang bernama Harus Rofii dan Salim Harun yang tak lain ayahnya sendiri. Keluarga besar Anas secara konsisten selalu menggunakan bumbu kaya rempah sebagai penguat rasa bubur India.
Dia mengaku kakeknya merupakan seorang mubalig yang kerap mensyiarkan agama Islam dari perbatasan India-Pakistan. Kemudian lambat-laun memilih berdagang dengan komunitas orang Koja dan masuk Indonesia sejak 1800 silam atau sekitar 200 tahun lalu.
Hingga perjalanan komunitas Koja pun berlanjut ke tepi Pantai Semarang dan tiba di salah satu sudut kawasan Mataram yang kini dikenal dengan Kampung Petolongan.
“Dari sinilah, awal mula orang-orang Koja berdagang sarung, tasbih sampai ragam rempah-rempah yang dibawa langsung dari tanah kelahirannya. Kemudian karena punya resep bubur India yang sangat khas itu, maka dikenalkan kepada penduduk pribumi lokal,” bebernya.
Anas menyebutkan, jumlah orang Koja yang tinggal di kampung ini sudah mencapai ratusan orang, dari semula yang hanya ada 10-15 orang. Rumah-rumah mereka tampak bercorak khas campuran Pakistan-Melayu dengan dinding berwarna hijau muda.
“Setiap Ramadan saat ini, kami menyediakan 200 sampai 300 porsi bubur India. Sebagai variasinya juga ada campuran kuah gulai, sambel goreng, ungkep dan terik,” ungkap Anas.
Untuk proses pembuatan bubur India, dibutuhkan waktu tiga jam. Yang dimulai sejak bakda Dhuhur sampai selepas salat Ashar, Untuk mengolah bubur, dia dibantu tiga warga keturunan Koja lainnya.
Dan, tepat pukul 15.30 WIB sajian khas warga Koja ini pun siap dihidangkan dalam mangkuk-mangkuk kecil bersama segelas susu atau teh ditambah beberapa bungkus kurma. “Dulunya ada tambahan zam-zam. Namun pasokannya terhendi karena distop oleh Pemerintah Arab Saudi, maka diganti dengan susu,” ujar Anas.
Menurutnya, sajian bubur India kala buka puasa punya arti mendalam bagi warga sekitar. Sesuai hadist Rasulullah SAW, barang siapa yang memberikan makanan buka puasa maka ganjarannya di akherat bertambah banyak.
“Dan barang siapa yang senang dengan datangnya Ramadan maka diharamkan jasadnya di neraka. Makanya, di sini selalu dibagikan bubur gratis selama 30 hari Ramadan,” sebutnya.
Tradisi bubur India yang disajikan gratis saat berbuka puasa seakan sudah melekat di hati masyarakat. Mereka mengaku menikmati sajian bubur India dengan rasa khasnya.
“Saya suka bubur India. Setiap Ramadan saya sempatkan diri untuk berbuka di masjid ini, untuk menikmati bubur India, “ ungkap Maulana, warga asal Bukitsari Semarang ini.
(tdy)